10 Jurus Terlarang (Iphho Santosa)
Di
bawah ini ada sepuluh jurus menjadi pengusaha dengan cara yang tidak
biasa, yang dikutip dari buku “10 Jurus Terlarang (Kok Masih Mau Bisnis
Cara Biasa?)” karya Ippho Santosa. Cekidot!
Jurus
pertama, memulai dengan yang kanan. Ippho mengajak pembaca
mengoptimalkan peran otak kanan. Pakar psikologi Daniel Goleman hemisfer
otak kanan merupakan otak emosional. Ini terkait dengan kecerdasan
emosional (EQ) dan dekat dengan daya intuitif, kreatif, dan ekstensif.
Sementara, otak kiri merupakan otak rasional yang memuat daya analisis,
kalkulasi, dan perincian. Mayoritas orang kuat otak kirinya. Sementara,
mereka yang kuat otak kanannya boleh dibilang minoritas. Justru di
dalam suatu yang tidak mengikuti arus besar (mainstream)
inilah ‘kegilaan’ itu berada. Seorang pebisnis yang visioner berani
menggunakan intuisinya. Sering terjadi petunjuk-petunjuk bisnis di pasar
tidak komplit. Intuisi sangat berperan di sini. Selain itu, kreativitas
menjadi penting. Guru pemasaran Philip Kotler mengakui ampuhnya
kreativitas dalam marketing jeniusnya. Terakhir, satu kemampuan otak
kanan adalah berpikir meluas. Seorang pebisnis butuh gambaran meluas
tentang bisnisnya, impiannya, dan visinya.
Jurus
kedua, keberanian memiliki impian dan mengeksekusinya dalam tindakan.
Ippho memaparkan beberapa teladan bisnis-bisnis maupun penemuan besar
yang lahir dari sebuah impian. Sebut saja Walt Disney dengan Disneyland,
Einstein dengan Teori Relativitasnya, Wright bersaudara dengan khayalan
pesawat terbangnya. Tapi, impian akan tinggal impian bila tidak ada
aksi. Untuk itu, Ippho membuat rumusan DNA, dream and action.
Jurus ketiga, terjun seperti rollercoaster.
Ippho mengajak orang menyiasati kegagalan. Pebisnis tidak akan maju
jika tidak berani gagal. Kegagalan itu bumbu dalam bisnis. Donald Thrump
dan Robert Kiyosaki pernah pailit. Tapi, mereka cukup ‘keras kepala’
untuk meratapi kegagalan. Layaknyarollercoaster, bisnis mereka harus kembali naik.
Jurus
keempat, berdamai dengan badai. Sering kali orang menemukan kelemahan
dalam bisnisnya dan ia cenderung memilih meratapi ketimbang bangkit.
John Foppe, seorang yang dilahirkan dalam keadaan tidak berlengan mampu
mengatasi kelemahannya. Ia mampu mengendarai mobil pada usia 16 tahun.
Kini, ia populer sebagai motivator kawakan di Zig Ziglar Corporation.
Kuncinya tak lain adalah passion.
Jurus kelima, duduk sama rendah. Semangat kebersamaan dan kerjasama tim jadi penting dalam bisnis. Ippho menyebutnya dengan team in love. Cinta (love) di sini diurai berdasarkan opini Sigmund Freud yang membagi cinta dalam 4 unsur, yakni hormat (respect), perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), dan pengetahuan (knowledge). Empat unsur ini penting dimiliki oleh seorang pebisnis.
Jurus keenam, gantilah gelar dan jabatan. Personal branding sangat
penting dalam membuka relasi bisnis. Caranya bisa sangat nyentrik.
Ippho memberi tips cara gila membuat gelar. Termasuk cara gila
memanfaatkan dan menebar kartu nama untuk membangun jejaring bisnis. Tom
Peters berpendapat kartu nama itu tak ubahnya seperti kemasan. Sedikit
banyak dapat menentukan apakah produk layak dipercaya atau tidak. Satu
lagi, Ippho mengajak bagaimana secara gila menyapa pelanggan agar bisa
‘terbuai’ pada tujuan bisnis kita.
Jurus
ketujuh, masuk surga paling dulu. Dengan judul lucu ini, Ippho mau
mengajak orang bermental pengusaha maupun pemimpin. Seorang pengusaha
akan membuka peluang kerja. Seorang pemimpin yang bijak akan menciptakan
pemimpin di bawahnya. Dengan begitu, pondasi bisnis akan semakin kokoh.
Ippho juga menawarkan satu cara gila bagaimana pembeli bisa
mengejar-ngejar penjual. Sebuah cara gila yang membuat rejeki datang
menghampiri kita dan bukan kita yang susah payah mencari rejeki.
Jurus
kedelapan, membiarkan kudeta. Dalam jurus ini, Ippho memberi cara gila
membuat merek punya nilai komersial. Bahkan, pada taraf tertentu,
membiarkan konsumen sendirilah yang ‘membajak’ merek tersebut. Menyitir
gagasan kontroversial Alex Wipperfurth dalam Brand Hijack: Marketing without Marketing. Baginya, merek adalah kanvas kosong. Konsumen dibiarkan mewarnainya. Bahkan, ‘membajak’ merek tersebut (brand hijack). Aplikasinya, bagaiman para pelanggan loyal membentuk sebuah komunitas merek dan mereka merekrut semakin banyak anggota lagi.
Jurus
kesembilan, mewaspadai zaman Edan. Ippho menekankan pentingnya
pandangan positif pada zaman yang berubah dengan cepat. Ia menangkap ada
5 tren bisnis kontemporer, yakni pursuit spirituality, social marketing, people power, pursuit of simplicity, dan positivity insurection.
Pada saat ini, pebisnis pun mulai menggali inspirasi bisnis dari
sumber-sumber spiritual. Pebisnis juga mulai memperhatikan isu-isu
ekologi dan sosial kemasyarakatan dalam kebijakan bisnisnya. Konsumen
punya daya pengaruh kuat. Konsumen menginginkan produk-produk yang
mengusung kepraktisan. Para pebisnis mulai berfokus pada apa yang bisa
dikendalikan di tengah dunia serba krisis ini.
Jurus
kesepuluh, mati dengan tenang. Bisnis tidak hanya perkara mengeruk
keuntungan. Ippho mengajak pebisnis untuk membuka diri pada kepedulian
sosial dengan passion dan compassion. Intinya, bagaimana para pebisnis juga memerhatikan etika dalam bisnis. Berbisnis dengan hati (conscience) sekaligus berbisnis dengan hati-hati (cautiousness).
Nah, sekarang masih mau jadi pengusaha dengan cara yang biasa?
Selamat Mencoba!
0 komentar:
Post a Comment